Skip to main content

Inilah Misteri Kematian Jenderal Mallaby, yang Memicu Pertempuran Hebat 10 November di Surabaya


Kemenangan gemilang pasukan Sekutu, khususnya Inggris diuji di Surabaya. Saat menghadapi tentara Jerman dalam Perang Dunia II, Inggris tak pernah sekalipun kehilangan jenderalnya. Namun di Kota Surabaya, kenyataan terbalik 180 derajat.

Seperti dikutip dari Wikipedia, ketika pasukan Inggris tiba di Surabaya, lima hari kemudian atau tepatnya pada 30 Oktober 1945 seorang jenderalnya terbunuh, yaitu Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern (AWS) Mallaby.

Brigjen Mallaby tiba dengan pasukannya pada 25 Oktober 1945 di Surabaya. Pasukannya dikenal dengan Brigade 49 yang jumlah sekitar 6.000 pasukan. Brigade 49 juga bagian Divisi 23 pasukan Inggris yang dikenal dengan 'The Fighting Cock', yang memiliki pengalaman mengalahkan tentara Jepang di hutan Burma (sekarang bernama Myanmar). Termasuk front pertempuran di Semenanjung Malaya serta memenangkan perang melawan tentara Jerman di Afrika utara.

Mallaby adalah seorang perwira muda eksekutif Kerajaan Inggris dengan karier terbilang cemerlang. Lahir pada 12 Desember 1899, Brigjen Mallaby harus menutup usianya menjelang ulang tahunnya yang ke-46 di Jembatan Merah, Surabaya dalam latar belakang kondisi yang sangat pelik saat itu.

Ia sangat terampil dalam menjalankan segala macam penugasan, sehingga pada usia 42 tahun mendapat promosi jenderal berbintang satu. Selama PD II, Mallaby menjabat perwira staf kepercayaan Laksamana Mountbatten, panglima tertinggi atas Komando Asia Tenggara (South East Asia Command/SEAC).

Brigjen Mallaby dari Sekutu bersama Dr Soegiri sebagai wakil rakyat Indonesia

Saat penugasan di Surabaya, Mallaby dan pasukannya merupakan bagian dari Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI). Ini adalah pasukan Sekutu yang dikirim ke Indonesia setelah selesainya PD II untuk melucuti persenjataan balatentara Jepang dan membebaskan tawanan perang Dai Nippon. Serta, mengembalikan Indonesia kembali menjadi Hindia Belanda kekuasaan Belanda di bawah administrasi NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Niat tersebut seperti tertulis dalam buku Batara R Hutagalung yang bertajuk 10 November 1945: Mengapa Inggris Membom Surabaya? Disebutkan, sebagai salah satu pemenang PD II, Inggris bertujuan untuk melucuti senjata pasukan Jepang yang masih berada di Indonesia.

Mengutip Wikipedia, Mallaby memimpin pasukannya memasuki Surabaya pada 25 Oktober 1945 untuk melucuti tentara Jepang sesuai dengan isi Perjanjian Yalta. Tujuan ini mendapat perlawanan dari pasukan Indonesia karena AFNEI menuntut mereka menyerahkan senjata-senjata yang telah dirampas pihak Indonesia terlebih dahulu dari Jepang.

Timbullah beberapa konflik bersenjata antara kedua pasukan, yang salah satunya terjadi pada 30 Oktober 1945 di dekat Jembatan Merah, Surabaya. Mobil Buick yang ditumpangi Mallaby dicegat oleh pasukan dari pihak Indonesia sewaktu hendak melintasi jembatan.

Mallaby Tewas

Dan terjadilah baku tembak yang berakhir dengan tewasnya Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tidak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil Mallaby akibat ledakan sebuah granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Mallaby tewas pada 30 Oktober 1945 pukul 20.30 WIB.

Kematian Mallaby menyebabkan Mayor Jenderal EC Mansergh, pengganti Mallaby, mengeluarkan ultimatum kepada pasukan Indonesia di Surabaya pada 9 November 1945 untuk menyerahkan senjata tanpa syarat. Pada 10 November 1945, pecahlah Pertempuran 10 November karena pihak Indonesia tidak menghiraukan ultimatum ini.

Namun pada 20 Februari 1946, Tom Driberg anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan tuduhan dan dugaan Inggris bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia dan Mallaby dibunuh secara licik.

Driberg menyampaikan bahwa insiden tersebut timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak dengan pasukan pihak Indonesia, di mana mereka tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi dari Mallaby.

Menurut Tom Driberg dalam debatnya di Parlemen Inggris: "Setelah memerintahkan penghentian baku tembak oleh pasukan India tersebut, dalam satu titik dalam diskusi gencatan senjata, Mallaby kembali memerintahkan untuk memulai tembakan kembali." "Hal ini berarti gencatan senjata telah pecah karena perintah Mallaby dan Mallaby tewas dalam aksi pertempuran, bukan dibunuh secara licik," lanjut Driberg.

Bagi pihak Indonesia, keberhasilan menewaskan seorang jenderal yang memiliki jam terbang tinggi pengalaman memimpin pasukan berperang adalah sesuatu hal membanggakan. Namun terbunuhnya Mallaby justru memantik rasa ingin tahu siapa orang yang berhasil menewaskan Mallaby dan lantas meledakkan mobilnya.

Misteri Kematian Mallaby

Beberapa pelaku sejarah pun tidak pernah tahu siapa yang menewaskan Mallaby. Termasuk salah satunya almarhum Roeslan Abdulgani dan beberapa pelaku sejarah lainnya. "Siapa yang menewaskan hingga sekarang tidak ada yang tahu," ujar almarhum Roeslan dalam sebuah kesempatan.

Sejarawan Surabaya, Suparto Brata juga mengatakan, hingga detik ini siapa yang menewaskan Mallaby tetap menjadi misteri. "Tidak ada yang tahu atau saksi mata yang melihat siapa yang membunuh Mallaby," ujar Suparto Brata, seperti dikutip dari Wikipedia.

Dalam ceritanya yang dituangkan dalam sebuah buku, Roeslan Abdulgani juga menuturkan, pertempuran di depan Gedung Internatio, Surabaya dipicu oleh tentara Inggris yang terkurung di dalam gedung melakukan tembakan membabi buta ke arah para pejuang.

Seorang tentara Inggris memeriksa bangkai mobil Brigjen Mallaby yang tewas pada 30 Oktober 1945 di Surabaya

"Namun siapa yang membunuh, belum pernah ada saksi mata," ujar Roeslan.

Versi lain menyebutkan Mallaby terbunuh oleh tentara Inggris yang salah sasaran. Des Alwi dalam buku bertajuk Pertempuran Surabaya, November 1945 menyebutkan kemungkinan Mallaby mati akibat tembakan salah sasaran (friendly fire) dari tentara Inggris.

Hal ini menurut Des Alwi, berdasarkan kesaksian dari Muhamad, tokoh pemuda yang ikut masuk ke Gedung Internatio untuk mendinginkan suasana. Di dalam gedung tersebut, Muhamad melihat sendiri tentara Inggris telah menyiapkan mortir yang diarahkan ke kerumunan massa yang mengelilingi mobil Mallaby.

Dia juga mendengar sendiri hubungan telepon antara Kapten Shaw dan komandannya di Westerbeuitenweg di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Rencananya, jika kerumunan rakyat dihujani dengan mortir, maka mereka akan kocar-kacir. Kesempatan tersebut kemudian akan digunakan tentara Inggris yang terkepung di Gedung Internatio untuk meloloskan diri.

"Karena pintu kamar tetap dibiarkan terbuka, maka saya bisa menduga, bahwa mortir di depan jendela tersebut akan ditujukan kepada sederetan mobil yang sedang berhenti di dekat Jembatan Merah. Mungkin dengan perhitungan, bila peluru yang ditembakkan mengenai sasaran, rakyat akan menjadi panik sehingga memberi kesempatan kepada Brigadir Jenderal Mallaby lari melepaskan diri. Ternyata, dugaan saya tidak keliru. Sebab mobil Residen Soedirman terbakar habis, tepat kena tembakan mortir," tulis Des Alwi mengutip Muhamad.

"Tetapi yang terjadi kemudian adalah ledakan yang tidak diketahui asalnya, yang menghancurkan mobil Mallaby. Hal ini memicu kekacauan, yang berlanjut pada kerusuhan yang tak terkendali," sambung Des Alwi.

"Sementara itu ada beberapa pemuda yang dapat menyelamatkan diri dari hujan tembakan pasukan Inggris. Seseorang meloncat ke pinggir Kali Mas, sampai di dekat kita, kemudian berbisik:
'Pak, sudah beres.'
'Lho, apanya yang sudah beres?' tanya Doel Arnowo.
'Jenderalnya Inggris, Pak, yang tua itu. Mobilnya meledak dan dia sudah mati terbakar.'
'Siapa meledakkan?' tanya kita serentak.
Dia segera menjawab, 'Tidak tahu. Tiba-tiba saja ada granat meledak dari dalam mobil. Tetapi, memang dari pihak kita, juga ada yang menembak ke arah mobil tersebut.' Begitu penjelasannya."

"Kami semua sangat kaget. Maka saya langsung mengingatkan pemuda itu, 'Sudahlah kamu diam saja. Jangan bercerita pada orang lain." Demikian penuturan Muhamad yang dikutip Des Alwi dalam bukunya tersebut.

Jenazah Mallaby yang hangus terbakar akhirnya dikembalikan kepada pasukan Inggris seminggu kemudian. Tanpa sempat mengecek apakah jenazah tersebut benar Mallaby atau bukan, karena pertempuran segera berkobar, pasukan Inggris segera mengubur jenazah tersebut di kawasan Tanjung Perak.

Setelah tembak-menembak mereda, jenazah Mallaby dipindahkan ke pemakaman Kembang Kuning, Surabaya, Jawa Timur. Beberapa bulan kemudian sekali lagi jenazah tersebut dipindahkan di Commonwealth War Cemetary, Menteng Pulo, Jakarta, hingga sekarang. Misteri kematian Brigjen Mallaby pun belum terungkap jelas hingga kini.




sumber : news.liputan6.com ( 08/11/2015 ).

Comments

Popular posts from this blog

4 tokoh komunis indonesia yang terlahir dari keluarga religius

Akhir akhir ini isu komunis begitu sensitif di negara kita. Gerakan komunis yang direpresentatifkan melalui Partai Komunis Indonesia ( PKI ) sebagai organisasi terlarang, diisukan bangkit kembali setelah kematiannya hampir setengah abad yang lalu. Momok mengerikan tentang kisah kekejaman PKI melalui rangkaian cerita sejarah terbitan orde baru, seakan membekas hingga generasi saat ini. Rezim orde baru dirasa sukses membuat diaroma kekejaman PKI, mengemasnya dalam berbagai cerita mencekam hingga menfilmkannya sebagai film tontonan wajib tuk semua kalangan setiap tanggal 30 september, selama 32 tahun rezim orde baru berkuasa. Seorang komunis selalu diidentikan dengan seorang atheis. Ateis atau ateisme dan komunis atau komunisme seakan menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan. Ateisme tidak sama dengan komunisme. Ateisme adalah ketidakpercayaan terhadap keberadaan Tuhan. Dalam hal ini Tuhan personal, Sang Maha Pencipta, dan Maha Berkehendak. Sementara komunisme adalah...

Ini dia Sederet nama Mantan Petinggi Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) dilingkungan kekuasaan birokrasi

Aceh pernah mengalami konflik bersenjata selama berpuluh puluh tahun. Adanya kekecewaan terhadap kekuasaan orde baru di Jakarta, menjadi penyebab sebagian masyarakat sipil aceh berjuang mengangkat senjata untuk melawan. Kecendrungan sistem sentralistik orde baru, serta pembagian Sumber daya alam yang tak adil kepada rakyat Aceh, mendorong beberapa tokoh untuk berjuang melepaskan aceh dari bagian NKRI.  foto : wikipedia Adalah Hasan Tiro, tokoh yang disegani rakyat Aceh ini, kemudian membentuk Gerakan Aceh Merdeka ( GAM ) pada tahun 1976 dan mendeklarasikan kemerdekaan Aceh. Kini konflik Aceh telah usai. Peristiwa Tsunami besar diakhir 2004, memaksa kedua belah pihak antara pemerintah RI dan GAM untuk bertemu, menyepakati perjanjian damai. Perjanjian damai Helsinki pada Agustus 2005, menjadi tonggak sejarah baru masa depan Aceh. Perjanjian damai yang ditandangi karena tekanan Internasional ini, memberi dampak positif terhadap Aceh, salah satunya Aceh memiliki kewen...

Kisah Mbah Parino, Romusha Korban Jepang

Pendengarannya memang sudah tidak berfungsi sempurna. Ingatannya pun memudar. Dia hanya menggelengkan kepala ketika ditanya usianya. Parino –dalam Kartu Tanda Penduduk seumur hidup– lahir di Purworejo, 1 Februari 1917. Sementara data Romusha Kecamatan Bayah, mencatat nama Amat Parino kelahiran 1924 di tempat sama. Ini hanya sedikit kisah peluangan saya ke Bayah, Kabupaten Lebak, Banten Selatan, Sabtu-Minggu (26-27 Juli 2008)…. Bayah menjadi tempat berkumpulnya Romusha dan pegawai pertambangan sejak Jepang mengeksploitasi tambang batu bara 1 April 1943. Pada awal penambangan, sekitar 20 ribu orang datang dari Jawa Tengah dan Timur, termasuk Parino ini. Parino bekerja sebagai penggali lubang penambangan di Gunung Madur, sekitar 10 kilometer dari Bayah. Dengan luas sekitar 15 ribu hektare, Bayah menjadi satu-satunya tempat yang mengandung batu bara di Pulau Jawa sebelum Jepang datang. Belanda bahkan sudah memberikan izin membuka tambang kepada perusahaan s...