Sebelum pecah Gerakan 30 September (G30S), track record Letkol Untung sebagai prajurit terbilang cemerlang. Tak banyak prajurit TNI yang dianugerahi Bintang Sakti sebagai penghargaan atas keberanian dan pengabdiannya pada negara. Tercatat ada dua prajurit TNI Angkatan Darat yang disemati Bintang Sakti oleh Presiden Soekarno, yakni Untung dan Benny Moerdani. Tapi nasib dan jalan hidup mereka berbeda. Benny akhirnya berhasil menjadi jenderal bintang empat dan meraih posisi tertinggi sebagai Panglima ABRI. Sementara Untung hanya meraih dua melati di pundaknya, dan karirnya tamat akibat keterlibatannya dalam G30S/PKI.
Ada catatan menarik, Pasca peristiwa gagalnya gerakan Dewan Revolusi 30 September 1965, yang dilakukan oleh beberapa Perwira-perwira yang sering menamakan dirinya Progresive Revolusioner, Sang Pimpinan Gerakan Letkol Inf Untung Sutopo (Danyon 1 Tjakrabirawa)ini atau Paswalpres berusaha melarikan diri dan berpindah pindah tempat untuk menghindari kejaran Aparat keamanan pada waktu itu.
Namun naas, eks Letkol Untung Sutopo rupanya tidak seberuntung namanya, Tgl 11 Oktober 1965 dia yang saat itu sedang berusaha melarikan diri ke arah Semarang dengan menumpang kendaraan Bus justru mengalami nasib yang diluar perhitungannya. dia dikenali mukanya oleh dua anggota tentara yang sama2 sedang menumpang bus, karena kaget dan ingin menghindar akhirnya dia melompat keluar bus. karena kecurigaan kedua tentara yang ada di dalam bus, Untung akhirnya dikejar hingga akhirnya tertangkap warga di sekitar Asem Tiga Kraton Tegal. Setelah melalui proses Mahmilub di Jakarta dia harus menghadapi regu tembak pada tahun 1966.
Letkol Untung saat Tertangkap
Menurut Sumber, Letkol Untung tersebut ditangkap di daerah Kemandungan dan kemudian di bawa ke Kantor CPM Tegal di depan Dr. Trenggono. Saat penangkapan, Letkol Untung tersebut sempat diberi makan oleh CPM Tegal.
Letkol Untung sesaat setelah ditangkap, dan menikmati santap siang
Penangkapan itu sendiri sebenarnya karena ketakutan Letkol.Untung yang akhirnya meloncat dari Bus dan wajahnya terkena tiang Telpon. Warga setempat mengira dia adalah Pencopet, ketika akan digebugi masa dia teriak :”Saya Letkol Untung….!”.
Untungnya saat itu ada HANSIP Maritim dua orang dan membawa Letkol Untung ke Kantor CPM. Saat itu sempat bersitegang antara Dan Detasemen CPM dengan Kasdim Tegal. Setelah mendapat perintah dari Jakarta Letkol Untung dibawa ke Jakarta dengan pengawalan ketat dan sangat rahasia dengan berganti-ganti kendaraan. Dan-Dim Tegal saat itu adalah Mayor Sitorus.
Versi lain dimuat dalam koran Merdeka.
Menurut narasumber Suryadi, bekas kepala Desa Kraton Tegal, setelah
Untung loncat dari bus, ia langsung ditangkap warga dan dibawa ke Balai
Desa Kemandungan. Untung saat itu bersama rekannya yang bernama Damiri. Damiri meminta agar mereka dibebaskan oleh Lurah Kemandungan dan
dikabulkanlah permintaan itu.
Untung kemudian diijinkan pergi dan
akhirnya nyasar ke ke desa sebelah utara (Karaton) sampai akhirnya
menuju dukuh Asemtiga. Terdorong rasa ingin melihat lukanya, Untung
masuk ke rumah penduduk Dukuh Asemtiga dan dengan alasan minta air dia
masuk terus bercermin di kaca almari tanpa permisi pada si pemilik
rumah.
Melihat ada orang yang minta minum di
depan lemari maka si pemilik rumah curiga dan memberitahukannya kepada
tetangganya. Terjadilah keributan sehingga Untung dikepung oleh penduduk
yang marah. Akhirnya ia pun bersedia untuk dibawa ke balai desa. Lurah
Karaton kemudian menghubungi kantor CPM Tegal tapi tidak mendapatkan
respon yang baik. Karena khawatir terjadi keributan, setelah digeledah,
Lurah memutuskan untuk membawa Untung ke kantor CPM dengan menggunakan
becak.
Setelah dibawa dari kantor CPM ke Danrem
Cirebon. Terjadilah pertemuan antara Untung dengan Dan Rem Cirebon,
Kolonel A.J. Witono. Pertemuannya sangat menarik karena keduanya saling
kenal.
Kepada Witono, Untung bertanya : Bagaimana Pak, jadi pergi ke Jakarta ?
Witono : Gila Lu, kalau jadi kan udah lu habisin !
(Untung tidak menjawab, hanya menundukkan kepala)
Witono : Terima kasih, dulu waktu kendaraan saya tabrakan di Semarang, telah kau tolong.
Untung : Bagaimana, radiatornya sudah baik ?
Witono : Sudahlah, kau belum makan sehari. Makanlah dulu.
Dialog itu ada latar belakangnya.
Beberapa hari sebelum terjadinya usaha kudeta 30 September 1965, Kolonel
A.J. Witono bertemu dengan Untung di Bandung, pada upacara
penganugerahan Sam Karya Nugraha kepada Kodam VI Siliwangi.
Dalam pertemuan ini Kolonel Witono
mengatakan kepada Untung, bahwa pada tanggal 1 Oktober ia akan ke
Jakarta untuk mencari film yang akan diputar pada perayaan hari ABRI 5
Oktober. Sebagai reaksinya, Untung menawari Kol. Witono untuk menginap
di mess “Cakrabirawa”.
Tetapi perjalanan ke Jakarta itu batal,
meskipun Kolonel Witono sudah berangkat ke Bandung tanggal 30 September
1965. Soalnya ketika dari Bandung, Kol. Witono menilpun kepada perwira
yang mengurus film di Jakarta, ia mengetahui bahwa orang yang
bersangkutan tidak ada. Maka kembalilah Witono ke Cirebon. Dan dari
siaran-siaran radio Jakarta, tahulah ia seketika, bahwa PKI-lah yang
berperan dalam “Gerakan 30 September”.
Mengenai soal mobil yang juga disinggung
dalam dialog, peristiwanya sudah terjadi kurang lebih dua tahun
sebelumnya, ketika Untung masih bertugas di Semarang. Mobil Kolonel
Witono yang ditumpangi saudaranya mendapat kecelakaan, sehingga tidak
bisa jalan. Kebetulan peristiwa ini terjadi tidak jauh dari markas
Untung. Dan dialah akhirnya yang memberikan bantuan…
Menurut keterangan Letjen Witono, Untung
memang sudah lama berada dalam pembinaan PKI. Ketika peristiwa Madiun
tahun 1948, Untung termasuk batalyon Sudigdo di Solo, dan Witono yang
waktu itu masih menjadi komandan Kompi ikut menghadapinya.
Setelah tertangkapnya untung di Tegal, akhirnya untung dibawa ke Jakarta untuk diadili. Dipersidangan Mahkamah Militer, Letkol Untung terbukti bersalah dan divonis Hukuman Mati.
Letkol Untung dieksekusi mati
Sampai menjelang eksekusi mati, Untung masih percaya, bahwa nyawanya masih selamat. Bukan tanpa sebab, Untung merasa kedekatannya dengan Soeharto bisa membatalkan putusan mati yang di hadapinya. Tapi apa boleh buat, sampai detik untung di ikat pada pancang tiang eksekusi, Soeharto tak kunjung menyelamatkan. Untung yang tak Beruntung. Akhirnya ia menghadapi regu tembak di pertengahan tahun 1966.
*diolah dari berbagai sumber
Comments